TENTANG KONSEP
DAN SISTEM PERTANIAN ORGANIK
*(Sebagai Masukan Untuk Pelaksanaan Program SIGARPUN BULAT Yang Dipandegani oleh Dinas Pertanian Kabupaten
Lumajang)
Kabupaten
Lumajang secara geografis dan astronomis dianugerahi wilayah yang beriklim
tropis dengan curah hujan dan penyinaran matahari yang ideal untuk pertanian.
Sejak
dahulu, Kabupaten Lumajang dikenal sebagai daerah agraris hingga sekarang
ini.
Seiring
dengan perubahan peradaban dan teknologi serta berbagai perkembangan di
dunia pertanian, secara bertahap pola pertanian di Kabupaten Lumajang juga
terseret ke dalam perubahan tersebut.
Mulai dari
perubahan pola tanam, teknologi bercocok tanam hingga aspek-aspek produksi
pertanian lainnya, bahkan sampai kepada varietas tanaman yang dibudidayakan.
Dari
berbagai perkembangan pertanian, segala macam sistem dan pola pertanian yang
pernah diprogramkan pemerintah Kabupaten Lumajang, ternyata tidak saja memberi dampak
positif kepada petani yang melaksanakan namun juga meninggalkan efek
negatif kepada petani dan juga lahan pertanian yang diusahakan oleh petani itu
sendiri.
Setelah
melalui berbagai pengkajian dan pendalaman, akhirnya timbul pemikiran dan
keinginan untuk berubah.
Sebuah
keinginan untuk kembali kepada alam (back to nature) dan kembali melaksanakan
pola pertanian yang selaras dengan alam.
Mengapa
pola pertanian yang selaras dengan alam?
Ternyata,
pola pertanian yang selama ini diterapkan seperti bercocok tanam dengan
menggunakan pupuk kimia buatan dan bahan-bahan kimia buatan lainnya sebagai
fungisida, pestisida, maupun insektisida memberikan pengaruh buruk
terhadap petani dan lingkungan, selain tujuan yang diharapkan dari
pemakaian bahan-bahan itu sendiri.
Pola
pertanian yang selaras dengan alam inilah yang disebut dengan pertanian
organik.
Keinginan
Pemerintah Kabupaten Lumajang untuk melaksanakan pola pertanian yang selaras
dengan alam tersebut diwujudkan dalam sebuah program yang bertajuk SIGARPUN
BULAT (Aksi Gerakan Pemupukan Organik dan Benih Unggul Bersertifikat).
Dari
perspektif lingkungan, sosial dan ekonomi, program SIGARPUN BULAT adalah sebuah
gagasan yang cemerlang dan berani ditengah-tengah keengganan petani dan pelaku
petanian menerapkan pola organik.
APA ITU
PERTANIAN ORGANIK ?
Menurut
sistem standarisasi Indonesia, SNI 01–6792–2002, definisi dari pertanian
organik adalah suatu sistem manajemen
produksi yang holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan
agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktifitas biologi
tanah. Jika diuraikan dari definisi tersebut diatas, bisa kita jadikan sebagai
pondasi dasar pemahaman tentang pertanian organik bahwa pertanian
organik merupakan suatu system budidaya yang dilaksanakan secara terpadu
dengan bersandar kepada pengembangan kesehatan faktor-faktor yang berperan
dalam pelaksanaan pertanian itu sendiri mulaidari keragaman hayati, menunjang
berjalannya siklus biologi secara aman dan wajar serta ditunjang oleh upaya
memberdayakan aktifitas biologi tanah dengan tujuan untuk meningkatkan
produksi pertanian.
Selain hal
tersebut diatas, pertanian organik berpijak pada pemahaman yang mendasar, bahwa
untuk meningkatkan jumlah produksi pertanian haruslah dilaksanakan suatu pola
pertanian yang mandiri dan merdeka dari ketergantungan terhadap faktor produksi
dari luar seperti racun kimia buatan dan pupuk kimia buatan.
Hal ini
semata-mata disebabkan oleh tidak berdayanya pelaku pertanian, atau petani,
dalam menghadapi berbagai hambatan yang ditimbulkan oleh faktor produksi dari
luar, ini karena petani membiasakan diri menggunakan berbagai macam penunjang
produksi yang dikemas dan dijual di pasaran.
Jadi,
secara harfiah jika dijelaskan maka pertanian organik adalah suatu sistem pertanian yang bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan menjauhkan petani dari
ketergantungan terhadap pihak luar dan meningkatkan produksi dengan jalan
memberdayakan potensi lokal yang ada di lingkungan petani dengan tetap
bersandar kepada berlangsungnya keragaman hayati dan siklus biologi
lingkungan.
CIRI–CIRI PERTANIAN ORGANIK
Dari
uraian diatas, maka dapat disimpulkan berbagai hal yang merupakan ciri-ciri
dari pertanian organik, antara lain:
1.
Menyuarakan aspek lingkungan, sosial dan
ekonomi yang berkesinambungan;
2. Aspek alamiah dan kondisi lingkungan sekitar
merupakan sumber penunjang produksi yang utama;
3. Mengurangi penggunaan bahan penunjang dari
luar;
4. Rotasi tanaman;
5. Sistem budidaya secara tumpang sari atau
polikultur;
6. Pengendalian hama secara biologis;
7. Varietas tanaman yang resisten;
8. Pengendalian erosi;
9. Pengelolaan air;
10. Daur ulang nutrisi atau unsur hara dari dalam
tanah.
PELAKSANAAN
PERTANIAN SECARA ORGANIK
Dalam
pelaksanaannya, pertanian organik harus dilakukan dalam suatu
sistem budidaya pertanian yang terpola secara baik dan teratur. Adapun
berbagai hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pertanian secara organik
antara lain:
a. Dokumentasi, dokumentasi yang
dimaksud disini adalah mencatat secara
teratur dan detail segala proses yang dilakukan selama melaksanakan
budidaya pertanian.Adapun ang didokumentasikan antara lain :
- Sejarah penggunaan lahan sebelum
dikonversikan sebagai lahan pertanian organik;
- Segala hal yang berkaitan dengan status
penggunaan lahan, seperti pemilik, penyewa (jika disewa), dan luas maupun
kondisi situasi lahan (peta situasi, topografi, dsb);
- Pelaksanaan kegiatan pengolahan tanah;
- Pelaksanaan proses budidaya mulai dari
pembibitan (bibit, jumlah bibit, asal bibit, tanggal pembibitan,perlakuan
sebelum semai, perlakuan sebelum tanam), penanaman (jumlah tanaman, tanggal
tanam), penyiangan (waktu penyiangan,dll), perawatan dan pemeliharaan
(serangan hama
dan cara pengendaliannya, bahan yang digunakan, dosis, jumlah serangan, dll),
pemupukan (pupuk yang digunakan, dosis, waktu dan intensitas penberian pupuk),
pemanenan (waktu panen dan hasil produksi);
- Pasca panen, mulai dari pengemasan, pengepakan,
penghitungan hasil, dan penjualan serta pasar .
b. Lahan, melaksanakan usaha pertanian
secara organik juga harus memperhatikan berbagai persyaratan terhadap
lahan yang diperuntukkan untuk pertanian organik.Syarat-syarat yang harus
diperhatikan tersebut antara lain:
1. Lahan yang akan digunakan dalam usaha
pertanian secara organik haruslah bebas dari bahan kimia sintetis baik
yang berasal dari pupuk maupun pestisida-pestisida, jika lahan yang akan
digunakan dalam usaha pertanian organik berasal dari lahan yang sebelumnya
untuk usaha pertanian non organik (konvensional), maka lahan tersebut
harus dikonversikan terlebihdahulu dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk tanaman semusim diperlukan waktu
konversi (recovery) lahan minimal 2 (dua) tahun dan untuk tanaman tahunan
diperlukan waktu selama 3 (tiga) tahun, selain itu juga tergantung kepada
kepada kondisi lahan yang akan digunakan tetapi waktunya tidak boleh kurang
dari 12 (dua belas) bulan
b. Lahan yang sedang dalam konversi (recovery)
tidak boleh dirubah bolak balik antara organik dan konvensional;
2. Jika lahan yang akan digunakan adalah satu
hamparan namun konversi (recovery) lahan tidak dilakukan secara bersamaan maka
perlu ada pemisahan yang tegas antara lahan organik dan non organik untuk
menghindari terjadinya kontaminasi dari lahan non organik ke lahan organik.
c. Benih
dan Bibit. Untuk pelaksanaan pertanian organik
kita juga harus memperhatikan benih dan bibit yang akan kita gunakan.
Antara lain:
· Benih dan bibit tidak
boleh berasal dari produk rekayasa genetika (genetically modified organism =
GMO);
· Benih dan bibit yang
digunakan untuk pertanian organik harus berasaldari produk pertanian organik,
jika hal ini tidak terpenuhi maka ada beberapa syarat lain yang mesti
dilaksanakan, yaitu:
-
Untuk
tahap awal dapat digunakan benih dan bibit yang tidak dikenai perlakuan
dengan bahan-bahan yang dilarang digunakan dalam pertanian organik;
-
Jika
hal diatas tidak juga bisa terpenuhi maka diperbolehkan menggunakan benih dan
bibit yang diberi perlakuan dengan bahan-bahan yang direkomendasikan untuk
pertanian organik.
Meskipun sudah seringkali
disosialisasikan bahwa pola dan sistem pertanian organik lebih menguntungkan,
tapi faktanya masih belum banyak petani yang tertarik. Mayoritas petani di
Kabupaten Lumajang masih enggan menerapkan pola pertanian organik.
Keengganan petani menerapkan pola
organik murni, hal ini terkait dengan sikap
dan budaya. Rata-rata petani belum siap mendapatkan hasil panen yang
menurun pada tahap awal penerapan pola organik, namun apabila tahapan pola
pertanian organik dilaksanakan dengan benar, maka hasil produksi pertanian akan
menjadi lebih baik secara kuantitas dan kualitas dari waktu ke waktu.
Hal itu berbeda dengan pola pertanian yang menggantungkan
pada pupuk dan pestisida kimia. Seperti diketahui, pupuk kilia dan pestisidanya
menunjukkan hasil yang lebih cepat dan praktis.
*(oleh: Deddy Hermansjah, ketua LSM “Raja Giri”
Lumajang)
Medio Desember 2012