LMDH dan Entitas Sosio
Ekonomi Desa Hutan
Pembentukan Lembaga Masyarakat Desa Hutan
(LMDH), tidak terlepas dari implementasi PHBM itu sendiri. LMDH dibentuk
sebagai sebuah payung hukum Masyarakat Desa Hutan (MDH) untuk dapat melakukan
perjanjian kerja sama dengan Perum Perhutani dalam pengelolaan sumberdaya
hutan. Sebagai Organisasi Masyarakat Sipil (OMS), LMDH lahir karena
implementasi PHBM memerlukan institusi yang secara hukum dapat bertindak
mewakili dan mengatasnamakan MDH.
Dengan demikian, apa yang menjadi tujuan
PHBM seharusnya juga secara otomatis menjadi tujuan dari LMDH. Menyadari
hal tersebut, sesungguhnya LMDH adalah sebuah entitas sosio ekonomi masyarakat
yang berperan sebagai motor penggerak pembangunan sosial ekonomi desa hutan.
Kehadiran LMDH di tengah-tengah MDH diharapkan dapat menjamin kemajuan,
kemandirian dan kesejahteraan bagi warga MDH itu sendiri.
Memandang dan memperlakukan LMDH sebagai
sebuah entitas sosio ekonomi desa hutan, menjadi entri
point bagi
keberhasilan implementasi PHBM. Pasalnya, kegiatan ekonomi masyarakat
desa dibangun di atas moralitas subsisten yang mendasarkan pada orientasi
kecukupan pemenuhan kebutuhan rumah tangganya dan tidak untuk meraih keuntungan
secara ekonomi. Budaya subsisten melahirkan bentuk tindakan saling
tolong menolong sesama warga, lembaga kekerabatan dan jaminan sosial yang
berbasis pada kebersamaan.
Sosio ekonomi yang dimaksudkan adalah
membangun ekonomi desa hutan berdasarkan atas nilai-nilai kearifan sosial yang
dimilikinya. Pola pemikiran ini harus menjadi dasar bagi seluruh program
pemberdayaan yang ditujukan bagi masyarakat desa hutan. Pemisahan orientasi
sosial ekonomi LMDH menjadi orientasi sosial saja atau ekonomi saja, justru
akan menghilangkan budaya subsisten yang menjadi nilai-nilai
kearifan lokal.
Namun demikian, kecilnya prosentase
keberhasilan LMDH dalam implementasi PHBM, sebagaimana sering menjadi “kritik”
multi pihak, menjadi tantangan yang harus dipahami dengan menelusuri proses
perjalanannya. Kritik yang sering dilontarkan bahwa LMDH adalah bentukan dan
“Anak Perhutani” untuk menunjukan kepedulian semu terhadap social corporate responsibility-nya,
untuk sebagian kasus memang ada benarnya.
Dalam perjalanannya, sebagian besar LMDH
terbentuk dalam proses yang tidak alamiah dan terkesan “dipaksakan” untuk
ada. Maksudnya, pembentukan organisasi masyarakat desa hutan tersebut
bukanlah sebuah dampak dari kesadaran masyarakat untuk berhimpun dengan satu
latar belakang dan satu harapan untuk diwujudkan bersama. Penetapan
target yang diterapkan Direksi Perum Perhutani saat itu, mengakibatkan
pembentukan LMDH lebih mengejar kuantitas daripada kualitas organisasi.
Jadilah LMDH target bentukan tersebut menjadi organisasi papan nama dan sama
sekali tidak berdaya serta jauh dari tujuan mulia sistem PHBM itu sendiri.
Dampak ikutannya adalah banyak dari LMDH
yang tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang apa tugas pokok, peran dan
fungsinya sebagai organisasi masyarakat sipil komunitas desa hutan.
Bahkan, banyak pula yang justru tidak mengerti mengapa dan untuk apa
sesungguhnya mereka membentuk LMDH. Sehingga, banyak yang kemudian
seperti berjalan di malam kelam tanpa bintang, tanpa arah dan tanpa peta yang
jelas.
Inilah yang harus bersama-sama kita
benahi.
Diperbaharui September 2012 (Disadur dari
berbagai sumber)
Oleh: Deddy Hermansjah, Ketua LSM
“Raja Giri” Lumajang